Jumat, 10 September 2010

Minal 'aidin wal faizin, hanya ALLAH SWT yang berhak menyalahkannya...

Aku berlindung dari godaan syaitan yang terkutuk
Dengan menyebut asma ALLAH yang Maha Pengasih dan Penyayang.....

       Ungkapan populer di Indonesia saat Idul Fitri adalah Minal ‘Aidin wal Faizin. Kata-kata “Minal Aidin wal Faizin” adalah penggalan sebuah doa dari doa yang lebih panjang yang diucapkan ketika kita selesai menunaikan ibadah puasa yakni : “Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Wa Ja’alanallahu Minal ‘Aidin Wal Faizin” yang artinya “Semoga Allah menerima (amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan dan semoga Allah menjadikan kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) keberuntungan (kemenangan)”. Sehingga arti sesungguhnya dari “Minal Aidin wal Faizin” adalah “Semoga kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) keberuntungan (kemenangan)”. Sebagai kalimat do’a tentu dalam Al-Quran dan Hadis banyak kalimat seperti itu yang menunjukkan doa kepada yang bersangkutan.  Dari penjelasan Ibnu Malik, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa MIN pada MIN-al aidin wal faizin tadi menunjukkan kata "sebagian" (lit-tab'idh). Jadi secara harfiyah, minal 'aidin wal-faizin artinya: BAGIAN DARI ORANG-ORANG YANG KEMBALI DAN ORANG-ORANG YANG MENANG. 
           Sayang, kita tidak dapat merujuk kepada Al-Quran untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kata ‘aidin, karena bentuk kata tersebut tidak bisa kita temukan di sana. Namun dari segi bahasa, minal ‘aidin berarti “(semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali.” Kembali di sini adalah kembali kepada fitrah, yakni “asal kejadian”, atau “kesucian”, atau “agama yang benar”. Setelah beperang melawan hawa nafsu selama satu bulan, diharapkan setiap Muslim dapat kembali ke asal kejadiannya dan menemukan “jati dirinya”, yaitu kembali suci sebagai mana ketika ia baru dilahirkan serta kembali mengamalkan ajaran agama yang benar. Ini semua menuntut keserasian hubungan, karena – menurut Rasulullah – al-aidin al-mu’amalah, yakni keserasian dengan sesama manusia, lingkungan, dan alam.
Sementara itu, al-faizin diambil dari kata fawz yang berarti “keberuntungan”. Apakah “keberuntungan” yang kita harapkan itu? Menurut Quiraish Shihab, kita dapat merujuk pada Al-Quran, karena 29 kali kata tersebut, dalam berbagai bentuknya, terulang. Menarik juga untuk diketengahkan bahwa Al-Quran hanya sekali menggunakan bentuk afuzu (saya beruntung).  Bila ditelusuri Al-Quran yang berhubungan dengan konteks dan makna ayat-ayat yang menggunakan kata fawz, ditemukan bahwa seluruhnya (kecuali QS 4:73) mengandung makna “pengampunan dan keridhaan Tuhan serta kebahagiaan surgawi.” Lalu kata al-faizin adalah bentuk jamak dari faiz, yang berarti orang yang beruntung. Kalau demikian halnya, wal faizin harus dipahami dalam arti harapan dan doa, yaitu semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh ampunan dan ridha Allah SWT sehingga kita semua mendapatkan kenikmatan surga-Nya.
 Jadi, minal ‘aidin wal faizin adalah doa untuk kita semua, agar kita dapat kembali menemukan fitrah kita dan agar kita bersama memperoleh keberuntungan berupa ampunan, ridha, dan kenikmatan surgawi.
             Memang Ibnu Hajar mengatakan: “Kami meriwayatkan dalam Al-Muhamiliyyat dengan sanad yang HASAN dari Jubair bin Nufair bahwa ia berkata: ‘Para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu di hari Ied sebagian mereka mengatakan kepada sebagian yg lain:   تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ            
   “Semoga Allah menerima dari kami dan dari kamu.” {Lihat pula masalah ini dalam Ahkamul ‘Idain karya Ali Hasan hal. 61 Majmu’ Fatawa 24/253 Fathul Bari karya Ibnu Rajab 6/167-168}.   Para sahabat juga disebutkan menambahkan   dengan  ” shiyamana wa shiyamakum ”, semoga juga puasaku dan kalian diterima.
            Mungkin sebagian ulama Indonesia melihat sanad hadist ini tidak SHAHIH, lalu ditambahkanlah doa kemuliaan “ Wa Ja’alanallahu Minal ‘Aidin Wal Faizin ”, bahkan untuk menyambung konsep ”hablum minannas” ditambahkan ”Mohon Maaf Lahir dan Bathin” untuk mendapat keridloan Allah SWT tentunya melalui keikhlasan maaf orang lain yang mungkin pernah tersakiti baik secara tampak maupun tidak.   
             Hanya Allah SWT tempat berpulang segala ilmu dan maha mengetahui bahkan sebelum ucapan itu keluar dari bibir kita, maka tidak menjadi penghalang bagi yang menggunakan kombinasi kosa-kata ”gado-gado” tersebut di Indonesia.

–wallahu a’lam–  








Tidak ada komentar:

Posting Komentar