Sabtu, 18 September 2010

Iseng dan takhayul.....

Kami berhamburan dari lantai dua kost-an saat mendengar suara ibu kost memanggil panik, "dik, tolong..tolong Bapak..".  Kami berlima, tentu saja lelaki semua, berupaya memegang seorang bapak, yang bukan bapak kost kami, sedang meregang berkelojotan di lantai.  Sudah ada Bapak Kost dan seorang lelaki lagi yang berupaya memegang.  Tak kurang dari 10 menit, kami dapat menjinakkan lelaki tersebut, untung dua orang teman kost ku berbadan tambun, lalu lelaki itu terkulai.  Waktu menunjukkan pukul 22.10 malam hari, dingin Bogor disertai hujan rintik-rintik.

Dalam keheranan, kami mendapat penjelasan bahwa ternyata bapak kost kami sedang menjalani pengobatan dengan "orang pintar".  Bapak kost kami baru saja keluar rumah sakit karena batu ginjal, tapi ia rupanya merasa yakin sedang dikerjai oleh rekan bisnisnya.  "Ini dik, bukti kami dikerjain" kata ibu Kost kami menjelaskan dengan memperlihatkan potongan bambu yang dibelah, di dalam belahan tersebut bertaburan paku, beling, kawat, cabai, garam, dan semua yang membuat bergidik.  "Dari mana bambu ini bu ?" tanya salah seorang rekanku Mas Lil.  "Ini baru dipotong dari para-para dapur" jawab ibu kost.  "Nah tadi itu pak Mirja (maksudnya pak dukun), sedang "gelut" dengan itu jin suruhan tuh orang jahat..." lanjut ibu Kost.  "Terima kasih, untung adik-adik bantu, kalau tidak bisa kalah kami...." kata pak Mirja.

"Mungkin sebentar lagi jin itu akan kembali..." kata Asep, asisten pak Mirja melanjutkan.  Aku melirih secarik kertas tulisan sang dukun, nama jin itu Qurtubi...  Aku jadi teringat sesuatu, tetapi diam saja.  Kami semua lalu pamit kembali belajar naik ke lantai dua.

Di atas kami lalu berdiskusi, semua sampai pada kesimpulan bahwa itu Syirik, minta bantuan pada selain Yang Maha Kuasa.  Kalau aku sih dalam hati menganggap ini "Penipuan", hanya kejahatan manusia biasa.  Aku ingat, jin Qurtubi, sebenarnya aslinya adalah jin Qartuby, hanyalah cerita khayalan.  Bagi penggila komik sepertiku, tentu inget kali Jin Qartuby itu jin nya Maja si penakluk.  Bila si Maja menancapkan kuas lukisnya, maka dia berubah jadi super hero. Trus kalo dia menggosok pisaunya, maka keluarlah jin Qartuby.

Kami lalu mengatur strategi untuk menyambut kedatangan jin Qurtuby untuk kedua kali.  Aku bersiap mengambil minyak angin cap Kapak yang biasa kupakai untuk menahan dingin malam, kumasukkan ke saku celana.

Beberapa menit berselang, kembali kami dipanggil oleh ibu Kost untuk membantu.  Dengan sigap kami turun membantu memegang sang dukun sedang kejang.  Saat itu, kuambil minyak kapak dari saku, kebetulan aku memagang bagian pundak.  Kutuang minyak di telapak tanganku, lalu kuusapkan ke mata sang dukun.  Ha..ha..kali ini kami tidak perlu melakukan perlawan lebih lama.  "Sudah..sudah..." sang dukun lemas dan berbalik tengkurap, menahan perih matanya.  Aku dan teman-teman menahan geli.  "Rupanya jin Qurtuby kalah dengan minyak angin cap kapak.."

Lima belas tahun lalu, aku tinggal di perkampungan rakyat yang sebagian besar penduduknya masih suku asli Sunda.  Khas suasana saat itu, adalah penggunaan sebagian  bagian tanah di sekitar rumah untuk pemakaman keluarga.  Jadi di belakang rumah dan di samping rumah ku berbatasan dengan tanah keluarga lain yang dipergunakan untuk pemakaman.

Khas di kampung kami, yang sebenarnya hanya beberapa kilometer dari pusat kota bogor, masih dipenuhi dengan kepercayaan mistik dan takhayul.  Setiap malam, warga bergantian melakukan ronda, dan biasanya menghabiskan malam dengan main Gaplek, di markas ronda dua rumah dari rumahku.  Kadang suara gelak tawa mereka mengganggu tidur malam kami, tapi warga merasa aman.

Beberapa malam ini peronda lebih banyak dari biasanya karena baru beredar isyu Babi ngepet. Empat hari lalu, pemilik rumah di belakang rumahku wafat, ibu haji yang sudah renta.  Maka, almarhumah dikebumikan di halaman rumahnya yang tepat di belakang rumahku.  Isyu Babi Ngepet dan arwah orang baru meninggal menjadi simpang siur.  Sampai pada suatu malam, tepatnya malam Jum'at, aku terkejut ketika menjelang jam 2 pagi mendengar suara orang memaki-maki dalam bahasa sunda, tepat di samping rumahku.  Di samping rumahku memang gang yang biasa dilalui para peronda.  

Aku kenal suara itu, suara Mang Undang, salah seorang tetanggaku yang memilki postur tinggi besar.  Mang Unang sering ronda karena sudah tidak bekerja lagi, pensiun dini dari perusahaan Inggris Good Year, dengan pesangon cukup untuk membuka usaha warung yang berhasil. "Jangan ganggu saya, coba tampakkan dirimu, aku tidak takut...", begitu kira-kira kata mang Unang.  Tampaknya mang Unang berteriak di samping rumahku agak ke belakang menghampiri makam baru bu Haji tersebut.  Beberapa orang rekan ronda mang Undang yang sedang main Gaplek terdengar menghampiri mang Undang.  "Ada apa Nang ?" kudengar salah seorang menyapa.  Aku yang terjaga, mencoba ke luar perlahan ke ruang tamu, tapi lampu tidak aku nyalakan.

Tiba-tiba secara spontan, timbul fikiran isengku. "Hi..hi..hi...hi...hi...hi...." aku cekikikan di dalam gelap ruang tamuku yang berbatasan dinding dengan tempat para peronda tersebut berdiri.  Maka terdengarlah suara orang berlari berhamburan, termasuk mereka yang main gaplek pun bubar lari ke rumah masing-masing.  Keesokan harinya, beredarlah isyu pocong yang dibesar-besarkan di kampung kami.  Aduh, mohon maaf bapak-bapak telah membuat kalian takut.  Mohon maaf bu Haji yang sebenarnya telah damai di alam sana jadi difitnah masyarakat menjadi pocong.

Aku dan keluargaku terpaksa diam seribu bahasa menahan geli sampai berminggu-minggu.  Setidaknya 40 hari setelah wafatnya bu Haji.  Warga ketakutan, kalaupun ada ronda hanya di pos saja main Gaplek.  Atas keisenganku semoga Allah SWT mengampuni.  Tapi kan aneh aja di jaman moderen orang masih tergantung pada takhayul ?  Sampai kami pindah dari kampung tersebut beberapa tahun kemudian, sampai kini bahkan, masyarakat tidak pernah tahu bahwa suara pocong itu adalah suaraku.....he...he...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar