Senin, 06 September 2010

Seri NYOGOK........

Kadang kita ga pernah tau bedanya antara nyogok dan apresiasi terima kasih.  Itu wajar, asal masih bisa ngebedain antara nyogok atau diperas.  Nyogok udah hal biasa, setiap orang kalo disensus, sangat besar peluangnya pernah nyogok.  Mungkin waktu bikin KTP, melanggar lalu lintas, atau urusan administratif lainnya.

Menarik cerita teman SMA-ku, secara jujur ia berkisah bahwa harus menyogok untuk masuk SMA kami tiga puluh tahun lalu.  Wajar saja karena saat itu (mungkin sampai kini), sekolah kami itu memang favorit di Kota kami.  Bahkan ia ingat sekali, nyogoknya Rp. 800 ribu, untuk ilustrasi saat itu harga sepeda motornya Rp. 600 ribu-an, dan gaji orang tuaku sebagai prajurit beserta uang lauk pauknya hanya puluhan ribu.  Bisa dibayangkan kan gaji guru yang PNS biasa tanpa uang lauk pauk ?

Tapi teman baikku itu tidak sendiri.  Seingatku, aku juga "dititipin" pada seorang guru (tanpa menyebut namanya) oleh kakakku saat masuk SMA itu, maklum kakakku baru saja lulus dari SMA itu juga.  Menurut orang tuaku, nitipnya juga pake dokat, cuman hanya puluhan ribu, ga sebanyak temanku itu.  Padahal prestasi Ijazah-ku tidak buruk, memang aku hanya finish di peringkat 5, namun SMP-ku juga favorit saat itu.  Aku kehabisan energi, padahal waktu naik ke kelas 3 SMP, aku juara umum.  He..he..mungkin karena saat itu kurikulum diubah dan kami sekolah 6 lebih lama...

Nyogok emang sudah budaya.  Sekali waktu aku ngurus pasport di Jakarta Pusat (dulu aku tinggal di Jakarta Pusat).  Diperkenalkan dengan sesorang yang dipanggil pak Haji, karena dia baru pulang Haji, seorang pegawai Imigrasi.  Pak Haji buka harga Rp. 350 rb (tarif resmi saat itu Rp. 75 rb), aku tawar Rp. 200 rb.  Sembari melengos pak Haji nyeletuk. "Emang Gue dagang......?!".  Mungkin maksudnya kok pake tawar menawar.  Aku cuman berharaf, semoga dia naik haji bukan pake dokat ginian .....

Saat ngurus IMB untuk renovasi rumah, seorang petugas Kepala Seksie di Kecamatan membeberkan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan. Lalu katanya, "Proses IMB akan  selesai dalam 7 hari".  Lalu aku bertanya, "berapa jumlah semuanya pak ?".  Si bapak menunjukkan kalkulatornya, sudah plus uang komando untuk pimpinan, Rp. 1.8 jt.  "Ya, udah pak ini saya kasih Rp. 2 jt", aku menyodorkan amplop berisi uang.  "Kapan selesai pak ?", tanyaku lanjut.  "Wah, besok juga beres ni pak ", katanya sambil tersenyum senang...

Apa aku pernah disogok ?  18 tahun lalu, aku dipercaya pemilik perusahaan untuk mengelola suatu pabrik di Semarang.  Seperti biasa, kami membayar tagihan listrik rata-rata Rp. 15 jt-an setiap bulannya.  Sampai suatu hari, di bulan Ramadhan, datanglah dua orang petugas mengaku dari PLN menemuiku di ruang kerja.  Mereka menjelaskan bahwa kami memboroskan listrik.  "Coba bapak perhatikan..", jelasnya.  "Di dalam tagihan listrik ini ada kolom KVA Rh, itu artinya listrik terbuang pak ", katanya sambil menunjuk kolom pada tagihan listrik.  Pada kolom KVA Rh itu kami membayar rata-rata Rp. 8 jt setiap bulannya, dan sudah bertahun-tahun.  "Begini pak, KVA Rh ini adalah listrik terbuang karena mesin produksi bapak tidak efisien, artinya memiliki Cost fee tinggi ", petugas tersebut terus melanjutkan.  "Listrik terbuang ini dapat ditangkap dan disimpan di Kapasitor, lalu dapat disalurkan dipakai lagi....", lanjutnya. "Jadi, bapak tinggal memasang Kapasitor", katanya.  "Lalu berapa pak harga kapasitor berikut pemasangannya ?", tanyaku tertarik.  "Harganya Rp. 80 jt pak, dan dapat dicicil 10 bulan, jadi sama dengan pemborosan ini selama 10 bulan...", katanya.

Aku menganggung-angguk dan meminta waktu untuk mempelajarinya.  Sebenarnya aku diberi kewenangan untuk memutuskan belanja sebesar itu, namun karena  lugu dan mau keliatan berprestasi, aku melaporkannya kepada pimpinan di Jakarta.  Pimpinan setuju, tapi akan mencaritahu dulu berapa harga Kapasitor di pasaran.  Tak lama berselang, petugas PLN tersebut menelpon dan menanyakan keputusan kami, malah menjanjikan sejumlah uang buatku bila berhasil melancarkan proyek Kapasitor ini.  "Lumayan buat lebaran", fikirku.  Dua hari kemudian, pimpinan dari Jakarta menelpon dan memberitahukan bahwa harga Kapasitor hanya Rp. 15 jt. dan aku diminta mencari pemasok lainnya.  Akupun terkejut, ternyata harga yang ditawarkan petugas PLN itu lebih dari 5 kali lipatnya.

Apa benar yah segala sesuatu tergantung niatnya atau akadnya ?  Kalo aku sih niatnya mungkin bukan nyogok, tapi ucapan terima kasih kalo orang itu sudah bantu....   Tapi teman, kalo bisa tidak menyogok maka mending ga usah deh.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar