Sabtu, 18 September 2010

Iseng dan takhayul.....

Kami berhamburan dari lantai dua kost-an saat mendengar suara ibu kost memanggil panik, "dik, tolong..tolong Bapak..".  Kami berlima, tentu saja lelaki semua, berupaya memegang seorang bapak, yang bukan bapak kost kami, sedang meregang berkelojotan di lantai.  Sudah ada Bapak Kost dan seorang lelaki lagi yang berupaya memegang.  Tak kurang dari 10 menit, kami dapat menjinakkan lelaki tersebut, untung dua orang teman kost ku berbadan tambun, lalu lelaki itu terkulai.  Waktu menunjukkan pukul 22.10 malam hari, dingin Bogor disertai hujan rintik-rintik.

Dalam keheranan, kami mendapat penjelasan bahwa ternyata bapak kost kami sedang menjalani pengobatan dengan "orang pintar".  Bapak kost kami baru saja keluar rumah sakit karena batu ginjal, tapi ia rupanya merasa yakin sedang dikerjai oleh rekan bisnisnya.  "Ini dik, bukti kami dikerjain" kata ibu Kost kami menjelaskan dengan memperlihatkan potongan bambu yang dibelah, di dalam belahan tersebut bertaburan paku, beling, kawat, cabai, garam, dan semua yang membuat bergidik.  "Dari mana bambu ini bu ?" tanya salah seorang rekanku Mas Lil.  "Ini baru dipotong dari para-para dapur" jawab ibu kost.  "Nah tadi itu pak Mirja (maksudnya pak dukun), sedang "gelut" dengan itu jin suruhan tuh orang jahat..." lanjut ibu Kost.  "Terima kasih, untung adik-adik bantu, kalau tidak bisa kalah kami...." kata pak Mirja.

"Mungkin sebentar lagi jin itu akan kembali..." kata Asep, asisten pak Mirja melanjutkan.  Aku melirih secarik kertas tulisan sang dukun, nama jin itu Qurtubi...  Aku jadi teringat sesuatu, tetapi diam saja.  Kami semua lalu pamit kembali belajar naik ke lantai dua.

Di atas kami lalu berdiskusi, semua sampai pada kesimpulan bahwa itu Syirik, minta bantuan pada selain Yang Maha Kuasa.  Kalau aku sih dalam hati menganggap ini "Penipuan", hanya kejahatan manusia biasa.  Aku ingat, jin Qurtubi, sebenarnya aslinya adalah jin Qartuby, hanyalah cerita khayalan.  Bagi penggila komik sepertiku, tentu inget kali Jin Qartuby itu jin nya Maja si penakluk.  Bila si Maja menancapkan kuas lukisnya, maka dia berubah jadi super hero. Trus kalo dia menggosok pisaunya, maka keluarlah jin Qartuby.

Kami lalu mengatur strategi untuk menyambut kedatangan jin Qurtuby untuk kedua kali.  Aku bersiap mengambil minyak angin cap Kapak yang biasa kupakai untuk menahan dingin malam, kumasukkan ke saku celana.

Beberapa menit berselang, kembali kami dipanggil oleh ibu Kost untuk membantu.  Dengan sigap kami turun membantu memegang sang dukun sedang kejang.  Saat itu, kuambil minyak kapak dari saku, kebetulan aku memagang bagian pundak.  Kutuang minyak di telapak tanganku, lalu kuusapkan ke mata sang dukun.  Ha..ha..kali ini kami tidak perlu melakukan perlawan lebih lama.  "Sudah..sudah..." sang dukun lemas dan berbalik tengkurap, menahan perih matanya.  Aku dan teman-teman menahan geli.  "Rupanya jin Qurtuby kalah dengan minyak angin cap kapak.."

Lima belas tahun lalu, aku tinggal di perkampungan rakyat yang sebagian besar penduduknya masih suku asli Sunda.  Khas suasana saat itu, adalah penggunaan sebagian  bagian tanah di sekitar rumah untuk pemakaman keluarga.  Jadi di belakang rumah dan di samping rumah ku berbatasan dengan tanah keluarga lain yang dipergunakan untuk pemakaman.

Khas di kampung kami, yang sebenarnya hanya beberapa kilometer dari pusat kota bogor, masih dipenuhi dengan kepercayaan mistik dan takhayul.  Setiap malam, warga bergantian melakukan ronda, dan biasanya menghabiskan malam dengan main Gaplek, di markas ronda dua rumah dari rumahku.  Kadang suara gelak tawa mereka mengganggu tidur malam kami, tapi warga merasa aman.

Beberapa malam ini peronda lebih banyak dari biasanya karena baru beredar isyu Babi ngepet. Empat hari lalu, pemilik rumah di belakang rumahku wafat, ibu haji yang sudah renta.  Maka, almarhumah dikebumikan di halaman rumahnya yang tepat di belakang rumahku.  Isyu Babi Ngepet dan arwah orang baru meninggal menjadi simpang siur.  Sampai pada suatu malam, tepatnya malam Jum'at, aku terkejut ketika menjelang jam 2 pagi mendengar suara orang memaki-maki dalam bahasa sunda, tepat di samping rumahku.  Di samping rumahku memang gang yang biasa dilalui para peronda.  

Aku kenal suara itu, suara Mang Undang, salah seorang tetanggaku yang memilki postur tinggi besar.  Mang Unang sering ronda karena sudah tidak bekerja lagi, pensiun dini dari perusahaan Inggris Good Year, dengan pesangon cukup untuk membuka usaha warung yang berhasil. "Jangan ganggu saya, coba tampakkan dirimu, aku tidak takut...", begitu kira-kira kata mang Unang.  Tampaknya mang Unang berteriak di samping rumahku agak ke belakang menghampiri makam baru bu Haji tersebut.  Beberapa orang rekan ronda mang Undang yang sedang main Gaplek terdengar menghampiri mang Undang.  "Ada apa Nang ?" kudengar salah seorang menyapa.  Aku yang terjaga, mencoba ke luar perlahan ke ruang tamu, tapi lampu tidak aku nyalakan.

Tiba-tiba secara spontan, timbul fikiran isengku. "Hi..hi..hi...hi...hi...hi...." aku cekikikan di dalam gelap ruang tamuku yang berbatasan dinding dengan tempat para peronda tersebut berdiri.  Maka terdengarlah suara orang berlari berhamburan, termasuk mereka yang main gaplek pun bubar lari ke rumah masing-masing.  Keesokan harinya, beredarlah isyu pocong yang dibesar-besarkan di kampung kami.  Aduh, mohon maaf bapak-bapak telah membuat kalian takut.  Mohon maaf bu Haji yang sebenarnya telah damai di alam sana jadi difitnah masyarakat menjadi pocong.

Aku dan keluargaku terpaksa diam seribu bahasa menahan geli sampai berminggu-minggu.  Setidaknya 40 hari setelah wafatnya bu Haji.  Warga ketakutan, kalaupun ada ronda hanya di pos saja main Gaplek.  Atas keisenganku semoga Allah SWT mengampuni.  Tapi kan aneh aja di jaman moderen orang masih tergantung pada takhayul ?  Sampai kami pindah dari kampung tersebut beberapa tahun kemudian, sampai kini bahkan, masyarakat tidak pernah tahu bahwa suara pocong itu adalah suaraku.....he...he...

Selasa, 14 September 2010

Dimana GENGSI dijunjung, disanalah MALU dipijak....

Mungkin dalam lima tahun terakhir serasa agak sukar mencari pembantu rumah tangga.  Dalam riwayat penjajahan di Indonesia, para Kompeni mengenal istilah Jongos, Baboe, Wassbaboe, Kokie, dan Nyai.. Nah pembokat yang berpangkat Nyai biasanya kepala rumah tangga, seorang perempuan lebih bersih, dan boleh masuk dan bermalam di ranjang Toean...  Sukar nyari pembantu di dalam negeri, tapi orang Indonesia beramai-ramai jadi pembokat di negeri Jiran.  Aneh memang, tapi sebagian kalau tidak ingin menyebut sebagian besar, bangsa kita ini lebih memiliki rasa GENGSI daripada rasa MALU.  

Sebagian kita, mungkin sebagian kecil, tidak malu menjadi pembokat, tapi ia gengsi menjadi pembokat di negerinya sendiri.  Di kampung dekat komplek perumahan saya, orang-orang kelas bawah di sana lebih senang menjadi pembokat di perumahan lain sekilo meter dari komplek saya, daripada di kompleks saya yang lebih dekat.  Alasan sederhana, gengsi tampak jadi baboe oleh tetangganya sendiri.

Bila coba mengamati para pengemis di pertigaan jalan, maka sebagian besar mereka dikoordinasikan dari daerah lain.  Di kampungnya mereka mengaku bekerja di pabrik di Bogor, Gunung Putri, atau Kawasan Industri Pulo Gadung, walaupun sebenarnya mereka mengemis dan mengamen di Jakarta dan sekitarnya.  Di Bogor, sebuah keluarga keluar dari rumah setiap pagi buta dengan pakaian rapi dari rumahnya di Sindang Barang untuk mengemis di daerah Gadog yang jaraknya sekitar 14 Km.  Jadi sebagian bangsa kita ini, mungkin sebagian kecil, lebih Gengsi daripada Malu.  Tidak malu mengemis, tapi gengsi kalau ketahuan teman atau kerabatnya mengemis.

Beberapa waktu lalu, saat aku masih terbiasa dengan kehidupan malam di berbagai kota, aku sering iseng bertanya pada perempuan mitra malam.  Saat berada di tempat hiburan malam di kota Banjarmasin dan Pontianak, para perempuan mitra banyak yang berbahasa daerah dari Pulau Jawa (dengan hormat tidak menyebut sukunya).  Tapi saat aku di Bandung, aku ngobrol dengan perempuan dari Pulau Sumatera.  Saat di  Denpasar pasokan perempuan mitra dari Pulau Jawa.  Jadi bagi sang petualang malam, jangan pernah berharap dapat mitra dari daerah setempat.  Jadi perempuan mitra malam tidak malu, tetapi gengsi apabila diketahui oleh keluarga dan kerabat di daerah.

Orang korupsi mengambil bukan haknya semata karena gengsi memiliki fasilitas murah, misal rumah murah, mobil murah, tapi justru senang perempuan murahan (istilah perempuan murahan hanya keluar dari mulut perempuan lain saingan perempuan itu, tidak pernah keluar dari mulut lelaki, mungkin karena kaum lelaki memang menghargai sama berharganya semua perempuan).  Orang korupsi tidak pernah tampak malu diadili, tapi gengsi kalau tampak miskin saat pensiun jadi pegawai.  Bahkan tidak sedikit yang membagi-bagi harta kepada orang miskin dengan publikasi besar-besaran tapi tidak malu menggunakan harta bukan miliknya, malah mungkin memang hak orang-orang miskin itu sendiri....he..he..

Mungkin ini hanya pendapat saya saja, tapi memang saya merasakan bahwa sebagian bangsa ini (mungkin bukan sebagian besar), tidak peduli lagi dengan budaya MALU tetapi justru mengangungkan GENGSI.  Umumnya orang lebih rela berBOHONG karena gengsi.

Minggu, 12 September 2010

Apakah boleh mencuri ilmu pengetahuan ?

Pernah suatu waktu aku mengunjungi eksibisi di Kyoto, dipamerkan beberapa perkembangan mutakhir mengenai ilmu dan teknologi pengolahan lingkungan.  Kebetulan aku jalan bersama seorang Profesor Senior dari Universitas  Ternama di Indonesia yang sangat aku hormati, khabarnya beliau sudah almarhum kini.  Sampai pada suatu meja, aku sangat tertarik untuk mengamati buku terbitan terbaru, dan mendiskusikannya dengan sang Profesor.  Beliau tampaknya sangat mengerti bahwa aku sangat tertarik dengan buku itu, aku siap membelinya, sayang di meja tertulis DISPLAY ONLY dan tidak ada arahan kemana harus memesan.

Dalam keramaian pengunjung, sang Profesor dengan santai berkata "Ambil saja, ilmu itu bila perlu harus dicuri...", beliau memasukkan buku tersebut ke tas yang aku jinjing.  Aku hanya bengong, tapi diam saja dan  seperti menyetujui lalu kami beranjak ke meja lainnya.  Kebetulan, tidak semua meja pamer ada petugas yang menunggu.  

Benarkah ilmu itu harus dicuri ? Ah mungkin benar, mungkin tidak.  Tapi namanya mencuri, tetap saja mungkin tidak diikhlaskan pemiliknya, karena kata Bang Haji dalam lagunya "mencuri menyusahkan orang...".  Buktinya, beberapa bulan kemudian kantor kami terbakar dan buku itupun ludes, untung masih sempat dicopy oleh teman-teman, sehingga saat ini aku masih pegang copynya...  Tapi memang materi bahasan dalam buku itu langka, sampai saat inipun aku masih kesukaran mencari materinya di Indonesia.

Jauh sebelum peristiwa di atas, belum lama lulus kuliah, aku bekerja di suatu pabrik Kimia memproduksi polimer Thermosetting Plastic.  Walaupun milik orang Indonesia, tetapi teknisinya adalah ekspatriat Korea.  Tidak ada satupun manual kerja yang tersedia di pabrik tersebut, sehingga siapapun akan kesulitan mengetahui formulasi dan tahapan kerja pembuatannya.  Beruntung aku waktu kuliah pernah mengambil kuliah pilihan "Teknologi Polimer", hmm...sedikit-sedikit tentang polimerisasi punya dasar teorinya.  Sementara di pabrik tersebut, Plan Manager sampai Supervisor orang Korea yang demennya ngebentak-bentak, apalagi orang Indonesianya saat itu paling tinggi cuman setingkat Diploma III dari Sekolah Tinggi tidak terkenal di Indonesia.

Setiap hari ada dua batch reaksi, semua bahan dimasukkan ke dalam reaktor atas perintah si Korea dengan bahasa Indonesia terbata-bata,  Belakangan aku juga baru tau, ternyata yang bisa berbahasa Inggris hanya Korea Plant Manager-nya saja, karena berpendidikan Sarjana,  Rupanya, Supervisor dan Foreman Korea, hanya lulusan setingkat STM kalo di negeri kita.  Bah ! rugi sekali negeri ini, padahal gaji mereka paling rendah 4000 US$ saat itu (akhir 80'an), dan orang Indonesia tertinggi cuman Rp. 4 jt.

Karena penasaran, saat itu aku masih Management Trainee, maka aku selalu nongkrong di atas reaktor setiap pagi.  Melihat dan mencatat setiap yang mereka kerjakan, detil sampai detik, membaca temperatur, tekanan uap, pH, hingga bungkus demi bungkus bahan yang dimasukkan.  Setiap cacatan aku cocokkan dengan buku teori polimer yang kupunya.  Maka jadilah sebuah tulisan mengenai proses polimerisasi thermosetting polimer lengkap dengan teori pindah panas, reaksi kimia polimerisasi, dan perekayasaannya.  Wah, memang ilmu bila perlu harus dicuri !  

Teringat pepatah di kalangan Mahasiswa di zamanku,  tentu mahasiswa miskin pastinya,  "Sangat bodoh mereka yang meminjamkan buku kepada rekannya, namun lebih bodoh lagi mereka yang mengembalikan buku pinjaman...."

Kembali ke masa lebih lama lagi, waktu aku masih mahasiswa, yang sudah pasti miskin.  Pernah suatu waktu bersama seorang rekan, kami melakukan penelitian kecil untuk Lomba Inovasi Mahasiswa.  Saat itu menggunakan bahan baku Jambu Monyet, maka perlu banyak referensi.  Sampai suatu saat, kami kesulitan menemukan nama latin Jambu Monyet yang harus ditulis di Laporan.  Pergilah kami berdua ke toko buku, mencari-cari tentang jambu monyet.  Toko buku juga tidak jauh dan kami cukup berjalan kaki.  Nah nama latin jambu monyet ada nama famili dan species, Anacardium guajava, kalo ga salah yah karena dah lama.  Karena ga punya uang, lagi pula kalo dibeli juga sayang cuman mau ngingetin nama itu doang dan beberapa komposisi kimia bahannya, lalu kami hanya ingin mencatat saja.  Wah karena buru-buru, lupa kami membawa pulpen dan kertas.  Kami bukan kriminil yang tega merobek buku, maka akhirnya kami hanya berbagai hapalan saja.... Setelah merasa hapal, lalu kami berjalan pulang.  Tapi karena pulang ngobrol lagi dengan teman itu, sampai di-kost-an, lupa lagi deh....

Nah, teman-teman apakah benar Ilmu itu boleh dicuri ?

Ada pengalaman lain lagi saat jadi konsultan pabrik di Bekasi, belum lama sih sekitar 15 tahun lalu.  Pabrik milik Jepang itu memang sudah lama ada di Indonesia, namun masih menggunakan tenaga ahli dari Jepang.  Menarik bila diperhatikan, setiap mesin rusak, maka arena kerusakan tersebut diberi tutup tenda biru.  Bukan kebetulan saat itu lagu teh Deasy yang Tenda Biru lagi negtop.  Semua perbaikan dilakukan oleh teknisi Jepang dalam tenda tertutup dan teknisi Indonesia tidak disertakan.  Semua manual mesin ditulis pakai huruf cacing, jadi tak mudah dibaca.  Saat itu aku berfikir, "bagaimana alih teknologi di negeri ini ?".  Tapi disisi lain aku juga maklum, "mereka juga kan cari makan di sini, kalo semua diberikan ke orang Indonesia, lalu mereka nganggur lagi di kampungnya yang mahal itu..."

Apa pendapat anda, apakah boleh mencuri ilmu ???

Jumat, 10 September 2010

Minal 'aidin wal faizin, hanya ALLAH SWT yang berhak menyalahkannya...

Aku berlindung dari godaan syaitan yang terkutuk
Dengan menyebut asma ALLAH yang Maha Pengasih dan Penyayang.....

       Ungkapan populer di Indonesia saat Idul Fitri adalah Minal ‘Aidin wal Faizin. Kata-kata “Minal Aidin wal Faizin” adalah penggalan sebuah doa dari doa yang lebih panjang yang diucapkan ketika kita selesai menunaikan ibadah puasa yakni : “Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Wa Ja’alanallahu Minal ‘Aidin Wal Faizin” yang artinya “Semoga Allah menerima (amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan dan semoga Allah menjadikan kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) keberuntungan (kemenangan)”. Sehingga arti sesungguhnya dari “Minal Aidin wal Faizin” adalah “Semoga kita termasuk (orang-orang) yang kembali (kepada fitrah) dan (mendapat) keberuntungan (kemenangan)”. Sebagai kalimat do’a tentu dalam Al-Quran dan Hadis banyak kalimat seperti itu yang menunjukkan doa kepada yang bersangkutan.  Dari penjelasan Ibnu Malik, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa MIN pada MIN-al aidin wal faizin tadi menunjukkan kata "sebagian" (lit-tab'idh). Jadi secara harfiyah, minal 'aidin wal-faizin artinya: BAGIAN DARI ORANG-ORANG YANG KEMBALI DAN ORANG-ORANG YANG MENANG. 
           Sayang, kita tidak dapat merujuk kepada Al-Quran untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kata ‘aidin, karena bentuk kata tersebut tidak bisa kita temukan di sana. Namun dari segi bahasa, minal ‘aidin berarti “(semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali.” Kembali di sini adalah kembali kepada fitrah, yakni “asal kejadian”, atau “kesucian”, atau “agama yang benar”. Setelah beperang melawan hawa nafsu selama satu bulan, diharapkan setiap Muslim dapat kembali ke asal kejadiannya dan menemukan “jati dirinya”, yaitu kembali suci sebagai mana ketika ia baru dilahirkan serta kembali mengamalkan ajaran agama yang benar. Ini semua menuntut keserasian hubungan, karena – menurut Rasulullah – al-aidin al-mu’amalah, yakni keserasian dengan sesama manusia, lingkungan, dan alam.
Sementara itu, al-faizin diambil dari kata fawz yang berarti “keberuntungan”. Apakah “keberuntungan” yang kita harapkan itu? Menurut Quiraish Shihab, kita dapat merujuk pada Al-Quran, karena 29 kali kata tersebut, dalam berbagai bentuknya, terulang. Menarik juga untuk diketengahkan bahwa Al-Quran hanya sekali menggunakan bentuk afuzu (saya beruntung).  Bila ditelusuri Al-Quran yang berhubungan dengan konteks dan makna ayat-ayat yang menggunakan kata fawz, ditemukan bahwa seluruhnya (kecuali QS 4:73) mengandung makna “pengampunan dan keridhaan Tuhan serta kebahagiaan surgawi.” Lalu kata al-faizin adalah bentuk jamak dari faiz, yang berarti orang yang beruntung. Kalau demikian halnya, wal faizin harus dipahami dalam arti harapan dan doa, yaitu semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh ampunan dan ridha Allah SWT sehingga kita semua mendapatkan kenikmatan surga-Nya.
 Jadi, minal ‘aidin wal faizin adalah doa untuk kita semua, agar kita dapat kembali menemukan fitrah kita dan agar kita bersama memperoleh keberuntungan berupa ampunan, ridha, dan kenikmatan surgawi.
             Memang Ibnu Hajar mengatakan: “Kami meriwayatkan dalam Al-Muhamiliyyat dengan sanad yang HASAN dari Jubair bin Nufair bahwa ia berkata: ‘Para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu di hari Ied sebagian mereka mengatakan kepada sebagian yg lain:   تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ            
   “Semoga Allah menerima dari kami dan dari kamu.” {Lihat pula masalah ini dalam Ahkamul ‘Idain karya Ali Hasan hal. 61 Majmu’ Fatawa 24/253 Fathul Bari karya Ibnu Rajab 6/167-168}.   Para sahabat juga disebutkan menambahkan   dengan  ” shiyamana wa shiyamakum ”, semoga juga puasaku dan kalian diterima.
            Mungkin sebagian ulama Indonesia melihat sanad hadist ini tidak SHAHIH, lalu ditambahkanlah doa kemuliaan “ Wa Ja’alanallahu Minal ‘Aidin Wal Faizin ”, bahkan untuk menyambung konsep ”hablum minannas” ditambahkan ”Mohon Maaf Lahir dan Bathin” untuk mendapat keridloan Allah SWT tentunya melalui keikhlasan maaf orang lain yang mungkin pernah tersakiti baik secara tampak maupun tidak.   
             Hanya Allah SWT tempat berpulang segala ilmu dan maha mengetahui bahkan sebelum ucapan itu keluar dari bibir kita, maka tidak menjadi penghalang bagi yang menggunakan kombinasi kosa-kata ”gado-gado” tersebut di Indonesia.

–wallahu a’lam–  








Senin, 06 September 2010

Seri NYOGOK........

Kadang kita ga pernah tau bedanya antara nyogok dan apresiasi terima kasih.  Itu wajar, asal masih bisa ngebedain antara nyogok atau diperas.  Nyogok udah hal biasa, setiap orang kalo disensus, sangat besar peluangnya pernah nyogok.  Mungkin waktu bikin KTP, melanggar lalu lintas, atau urusan administratif lainnya.

Menarik cerita teman SMA-ku, secara jujur ia berkisah bahwa harus menyogok untuk masuk SMA kami tiga puluh tahun lalu.  Wajar saja karena saat itu (mungkin sampai kini), sekolah kami itu memang favorit di Kota kami.  Bahkan ia ingat sekali, nyogoknya Rp. 800 ribu, untuk ilustrasi saat itu harga sepeda motornya Rp. 600 ribu-an, dan gaji orang tuaku sebagai prajurit beserta uang lauk pauknya hanya puluhan ribu.  Bisa dibayangkan kan gaji guru yang PNS biasa tanpa uang lauk pauk ?

Tapi teman baikku itu tidak sendiri.  Seingatku, aku juga "dititipin" pada seorang guru (tanpa menyebut namanya) oleh kakakku saat masuk SMA itu, maklum kakakku baru saja lulus dari SMA itu juga.  Menurut orang tuaku, nitipnya juga pake dokat, cuman hanya puluhan ribu, ga sebanyak temanku itu.  Padahal prestasi Ijazah-ku tidak buruk, memang aku hanya finish di peringkat 5, namun SMP-ku juga favorit saat itu.  Aku kehabisan energi, padahal waktu naik ke kelas 3 SMP, aku juara umum.  He..he..mungkin karena saat itu kurikulum diubah dan kami sekolah 6 lebih lama...

Nyogok emang sudah budaya.  Sekali waktu aku ngurus pasport di Jakarta Pusat (dulu aku tinggal di Jakarta Pusat).  Diperkenalkan dengan sesorang yang dipanggil pak Haji, karena dia baru pulang Haji, seorang pegawai Imigrasi.  Pak Haji buka harga Rp. 350 rb (tarif resmi saat itu Rp. 75 rb), aku tawar Rp. 200 rb.  Sembari melengos pak Haji nyeletuk. "Emang Gue dagang......?!".  Mungkin maksudnya kok pake tawar menawar.  Aku cuman berharaf, semoga dia naik haji bukan pake dokat ginian .....

Saat ngurus IMB untuk renovasi rumah, seorang petugas Kepala Seksie di Kecamatan membeberkan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan. Lalu katanya, "Proses IMB akan  selesai dalam 7 hari".  Lalu aku bertanya, "berapa jumlah semuanya pak ?".  Si bapak menunjukkan kalkulatornya, sudah plus uang komando untuk pimpinan, Rp. 1.8 jt.  "Ya, udah pak ini saya kasih Rp. 2 jt", aku menyodorkan amplop berisi uang.  "Kapan selesai pak ?", tanyaku lanjut.  "Wah, besok juga beres ni pak ", katanya sambil tersenyum senang...

Apa aku pernah disogok ?  18 tahun lalu, aku dipercaya pemilik perusahaan untuk mengelola suatu pabrik di Semarang.  Seperti biasa, kami membayar tagihan listrik rata-rata Rp. 15 jt-an setiap bulannya.  Sampai suatu hari, di bulan Ramadhan, datanglah dua orang petugas mengaku dari PLN menemuiku di ruang kerja.  Mereka menjelaskan bahwa kami memboroskan listrik.  "Coba bapak perhatikan..", jelasnya.  "Di dalam tagihan listrik ini ada kolom KVA Rh, itu artinya listrik terbuang pak ", katanya sambil menunjuk kolom pada tagihan listrik.  Pada kolom KVA Rh itu kami membayar rata-rata Rp. 8 jt setiap bulannya, dan sudah bertahun-tahun.  "Begini pak, KVA Rh ini adalah listrik terbuang karena mesin produksi bapak tidak efisien, artinya memiliki Cost fee tinggi ", petugas tersebut terus melanjutkan.  "Listrik terbuang ini dapat ditangkap dan disimpan di Kapasitor, lalu dapat disalurkan dipakai lagi....", lanjutnya. "Jadi, bapak tinggal memasang Kapasitor", katanya.  "Lalu berapa pak harga kapasitor berikut pemasangannya ?", tanyaku tertarik.  "Harganya Rp. 80 jt pak, dan dapat dicicil 10 bulan, jadi sama dengan pemborosan ini selama 10 bulan...", katanya.

Aku menganggung-angguk dan meminta waktu untuk mempelajarinya.  Sebenarnya aku diberi kewenangan untuk memutuskan belanja sebesar itu, namun karena  lugu dan mau keliatan berprestasi, aku melaporkannya kepada pimpinan di Jakarta.  Pimpinan setuju, tapi akan mencaritahu dulu berapa harga Kapasitor di pasaran.  Tak lama berselang, petugas PLN tersebut menelpon dan menanyakan keputusan kami, malah menjanjikan sejumlah uang buatku bila berhasil melancarkan proyek Kapasitor ini.  "Lumayan buat lebaran", fikirku.  Dua hari kemudian, pimpinan dari Jakarta menelpon dan memberitahukan bahwa harga Kapasitor hanya Rp. 15 jt. dan aku diminta mencari pemasok lainnya.  Akupun terkejut, ternyata harga yang ditawarkan petugas PLN itu lebih dari 5 kali lipatnya.

Apa benar yah segala sesuatu tergantung niatnya atau akadnya ?  Kalo aku sih niatnya mungkin bukan nyogok, tapi ucapan terima kasih kalo orang itu sudah bantu....   Tapi teman, kalo bisa tidak menyogok maka mending ga usah deh.....

Kamis, 02 September 2010

..Akankah negara Islam terbesar di dunia ini sirna...

Barangkali yang paling aku khawatir kalo perang dengan Malaysia cuman Ma'il, karena ia cerdik dan licik.  Upin, Ipin, Ehsan, Jarjit, Fizi, Izad dan Raju lebih jujur gampang diatur.  Namun aku melihat skenario lebih besar.  Pada saat perang, pasti ekonomi kedua negara goyang.  Kita mungkin pinjam sana pinjam sini buat nembahin lemper isi Exocet kita. Kata pengamat, kita emang kalah di Udara dan di Laut, tapi angkatan Darat kita sangat kuat. Kita bisa masuk perbatasan dengan mudah.

Tapi ingat, ada traktat persemakmuran Malaysia-Singapura-Selandia Baru-Australia-India-Inggris.  Kalo ngenganggu salah satu, brarti ngenganggu lainnya.  Wah tikus gurun Aussy lumayan kuat, kalaupun kita menang, ada lagi traktat NATO, di mana bila Inggris terlibat maka anggota lainnya, termasuk Amerika pasti ikutan...

Trus kalo kita nyerang duluan, pasti dunia mengecam.  Mungkin kita akan diEMBARGO EKONOMI.  Wah bakal makan tiwul dan singkong rebus lagi.  Ekonomi kacau, kerusuhan di mana-mana, sementara tentara dikirim ke perbatasan.  Lalu strategi Amrik dan Aussy, ngomporinlah daerah yang potensi bergolak untuk merdeka.  Ujung Timur, Ujung Barat, Ujung Selatan berpeluang memerdekakan diri, tidak ada kekuatan untuk memadamkan pemberontakan.  Persis kaya Sovyet akhir 80'an.  "Follow the Moskwa, down to Gorky Park, Listening to the wind of changes....."

Ya, Aussy dan Amrik seneng banget lah, ntar bisa kontrak tambang minyak, emas, uranium, batubara langsung dengan negara baru yang notabene-nya butuh dokat buat birokrat baru itu.  Jadi ingat celah timor dan free port.  Nah Malaysia yang jadi provokator, boleh deh dikasih kepulauan Riau sebagai hadiah, biar bebas nyari ikan.....

Maka tinggallah Indonesia hanya Jawa, penduduknya bejubel, rusuh tiap hari.  Maka hilanglah NEGARA dan BANGSA ISLAM TERBESAR DI DUNIA..... Kasihan juga Arab Saudi ntar kuotanya jadi berkurang tiap taun...

So ma frend, mari kita berfikir sangat strategis.  Ga usah perang deh, coba yang punye sodare nyang kerja di Sono suruh pulang aje.  Nyang punya dokat, beli tuh perusahaan Malaysia di Indonesia.  Digertak dulu aja gitu, pasti tu si Atuk keder.   Mari berfikir jernih untuk NKRI kita....